Selasa, 08 Juni 2010

Eksistensialisme

Eksistensialisme
Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata eks yang berarti diluar dan sistensi yang berarti berdiri atau menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat diartikan sebagai beridir sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya. Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia, dimana manusia dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran.
Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret. Eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang tinggi, dan keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah yang dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan dirinya.

Latar belakang historis munculnya eksistensialisme.
Secara umum eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena ketidakpuasan beberapa filusuf yang memandang bahwa filsafat pada masa yunani hingga modern, seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang spekulatif tentang manusia. Intinya adalah penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik dan jauh dari kehidupan, juga pemberontakan terhadap alam yang impersonal yang memandang manusia terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat manusia kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia yang bereksistensi.

Beberapa Sifat Eksistensialisme:
(Gerakan Protes)
Istilah eksistensialisme tidak menunjukkan suatu sistem filsafat secara khusus. Terdapat perbedaan-perbedaan yang besar antara bermacam-macam filsafat eksistensialis, tetapi meskipun begitu terdapat tema-tema yang sama memberi ciri-ciri kepada gerakan eksistensialis.
1.Eksistensialisme adalah pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Dalam satu segi eksistensialisme merupakan suatu protes terhadap rasionalisme Yunani, atau tradisi klasik dari filsafat, khususnya pandangan yang spekulatif tentang manusia seperti pandangan Plato dan Hegel. Dalam sistem-sistem tersebut sistem indifidual atau si pemikir, hilang dalam universal yang abstrak.
2.Eksistensialisme adalah suatu protes atas nama individualis terhadap konsep-konsep akal dan alam yang ditekankan pada periode pencerahan pada abad ke-18. Penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan kenyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik dan jauh dari kehidupan, adalah pokok dari eksistensialisme.
3.Eksistensialisme juga merupakan pemberontakan terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman industri modern atau zaman teknologi, serta pemberontakan terhadap gerakan masa pada zaman sekarang. Masyarakat industri condong untuk menundukkan orang seorang kepada mesin, begitulah gambaran faham eksistensialis manusia adalah dalam bahaya menjadi alat, atau obyek. Sainsteisme hanya melihat tindakan luar dari manusia dan menginterpretasikan manusia hanya sebagai satu bagian dari proses fisik.
4.Eksistensialisme juga merupakan protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fasis, komunis atau lain-lainnya yang condong untuk menghancurkan atau menenggelamkan perorangan di dalam kolektif atau massa.

Diagnosis tentang kedudukan dari manusia.
Eksistensialisme adalah suatu filsafat yang melukiskan dan mendiagnosa kedudukan manusia yang sulit. Dalam hal ini, eksistensialisme merupakan penekanan kembali terhadap beberapa fikiran yang terdahulu. Beberapa pengikut eksistensialisme mengatakan bahwa gerakan tersebut bukan hanya bersifat lama dan modern akan tetapi bersifat abadi.
Eksistensialisme sebagai suatu unsur yang universal dalam segala pemikiran adalah usaha manusia untuk melukiskan eksistensinya serta konflik-konflik eksistensi tersebut, asal mula konflik tersebut serta upaya untuk mengatasinya. Di mana saja kedudukan manusia sulit dilukiskan baik secara teologi ataupun secara filsafat, di situlah kita mendapatkan unsur-unsur eksistensialis.

Keyakinan eksistensi yang terpenting.
Eksistensialisme menekankan keunikan dan kedudukan pertama eksistensi, pengalaman kesadaran yang dalam dan langsung. Desakan yang pokok atau pendorong adalah untuk hidup dan untuk diakui sebagai individual. Kelompok eksistensialis membedakan antara eksistensi dan esensi.
Eksistensi berarti keadaan yang aktual, yang terjadi dalam ruang dan waktu eksistensi menunjukkan kepada suatu benda yang ada disini dan sekarang. Eksistensi berarti bahwa jiwa atau manusia diakui ada hidupnya. Tetapi kadang-kadang orang mengatakan tentang orang yang hidup kosong dan tanpa arti bahwa ia tidak hidup, ia hanya ada. Kelompok eksistensialis mengubah kata tersebut dan mengatakan ”orang itu tidak ada, ia hanya hidup”. Bagi mereka eksistensi berarti kehidupan yang penuh, tangkas, sadar, tanggung jawab dan berkembang.
Istilah esensi adalah sebalik dari eksistensi, yakni sesuatu yang membedakan antara sesuatu benda dan corak-corak benda lainnya. Esensi adalah yang menjadikan benda itu seperti apa adanya, atau suatu yang dimiliki secara umum oleh bermacam-macam benda. Esensi adalah umum untuk beberapa individu dan kita dapat berbicara tentang esensi secara berarti walaupun tak ada contoh benda itu pada suatu waktu.

Tekanan kepada pengalaman dari manusia.
Eksistensialisme memberi tekanan kepada inti kehidupan manusia dan pengalamannya, yakni terhadap kesadarannya yang langsung dan subyektif. Eksistensialis mengatakan bahwa kebenaran adalah pengalaman subyektif tentang hidup. Kita mengalami kebenaran dalam diri kita, kebenaran tentang watak manusia dan takdir manusia bukannya suatu hal yang dapat diraba dan dikatakan dengan konsep-konsep yang abstrak atau dengan proposisi. Pendekatan yang bersifat rasional semata-mata hanya akan menghadapi prinsip-prinsip universal yang menyedot seseorang dalam kesatuan atau sistem yang menyeluruh. Karena eksistensialis menekankan kepada aspek yang kongkrit dan intim dari pengalaman manusia, atau sesuatu yang istimewa dan personal, maka mereka akan memilih ekspresi dengan sastra atau bentuk-bentuk seni lain, yang akan memungkinkan mereka untuk melukiskan perasaan dan keadaan hati manusia.

Pengakuan terhadap kemerdekaan dan pertanggung jawaban.
Penekanan terhadap pentingnnya eksistensi pribadi dan subyektivitas telah membawakan penekanan terhadap pentingnya kemerdekaan dan rasa tanggung jawab. Eksistensialisme adalah penegasan tentang arti wujud pribadi dan keputusan-keputusan pribadi dalam menghadapi interprestasi-interprestasi dunia yang menghilangkan artinya.
Kemerdekaan bukannya sesuatu yang harus dibuktikan atau dibicarakan, melainkan kemerdekaan adalah sesuatu realitas yang harus dialami. Manusia mempunyai kemerdekaan yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan jika ia dapat memahaminya. Kemerdekaan akan melaksanakan tuntutan watak inti dari manusia serta mengekspresikan jiwanya yang riil dan otentik. Ia menghadapi pilihan-pilihan, menetapkan keputusan-keputusan serta bertanggung jawab tentang keptusan-keputusan yang telah membantu menjadikannya sebagaimana halnya sekarang.

Beberapa pemikir eksistensialisme:
Eksistensialisme adalah gerakan filsafat yang mengusung ide bahwa manusia menciptakan makna dan hakekat hidup mereka sendiri. Karenanya, filsafat harus mengacu pada manusia yang konkrit, yaitu manusia sebagai eksistensi. Beberapa tokoh penting gerakan eksistensialisme, dengan perbedaan-perbedaan pandangannya, antara lain:
1.Soren Kierkegaard (1813-1855)
Ia berpendirian bahwa pemikiran yang abstrak menghilangkan kepribadian manusia oleh karena ia hanya menekankan kepada pemikiran dan akal serta condong untuk tidak mengindahkan orang yang memikir, kepercayaan dan keyakinannya. Eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.

2.Friedrich Nietzsche (1844-1900)
Ia menekankan kekuatan, kejantanan dan kekuasaan. Ia mencari pemimpin-pemimpin di kalangan-kalangan overman, yakni mereka yang dapat menunjukkan moralitas yang tinggi. Untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.
3.Karl Jaspers (1883-1969)
Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri.
4.Jean Paul Sartre (1905-1981)
Menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.